Jumat, 06 Juni 2008

Petani Margorukun Pantang Menyerah

Surabaya, 6 Juni 2008

SIARAN KABAR

Warga Petani Margorukun Lestari Banyuwangi Pantang Menyerah


Hari ini (6/6/2008) warga petani Margorukun Lestari yang telah diusir dari tempat mereka di Desa Kebonrejo, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, sedang ada di Surabaya. Rencananya besok, Sabtu 7 Juni 2008 mereka akan berangkat ke Jakarta dalam rangka mengadukan nasib mereka ke: Komnas HAM, DPR RI, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat.

Mereka masih terus berjuang dan tak ada satupun organisasi politik maupun wakil rakyat di Banyuwangi dan Jawa Timur yang memperhatikan nasib mereka. Rakyat kecil seperti mereka itu hanya dibutuhkan untuk pesta demokrasi pemilu, setelah itu diacuhkan seperti sampah, tak peduli bagaimana nasib mereka. Bahkan terakhir pada bulan Mei 2008 kemarin mereka diusir paksa dan rumah-rumah mereka di lahan sengketa disapu bersih oleh PTPN XII dan kepolisian Banyuwangi. Sebagian dari mereka mengungsi di DPRD Banyuwangi, tapi tanggal 14 Mei 2008 lalu mereka yang mengungsi di DPRD Banyuwangi diusir paksa oleh kepolisian dan Satpol PP atas permintaan DPRD Banyuwangi.

Tanpaknya tindakan sapu bersih itu terkait perkembangan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM atas kasus tersebut mulai terkuak misteri bahwa diduga tanah sengketa tersebut adalah masih berstatus tanah negara yang bukan termasuk Hak Guna Usaha (HGU). Hal itu juga diakui oleh Pemkab Banyuwangi yang memberikan keterangan kepada wakil warga Margorukun Lestari pada saat proses mediasi konflik agraria tersebut.


PTPN XII telah menganggap ‘kepalang basah’, tak mau mengakui hal tersebut, dan melakukan sapu bersih mengusir warga Margorukun Lestari dan meratakan dengan tanah seluruh bangunan tempat tinggal milik warga petani Maegorukun Lestari (Marules) tersebut.


Itulah gambaran tindakan barbar, anti hukum keadilan, di mana eksekusi tanah sengketa tanpa izin atau perintah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Itu terjadi di jaman reformasi yang katanya demokratis.

Kita tengok kilas balik bagaimana konflik agraria antara kaum tani Margorukun Lestari dengan PTPN XII itu terjadi:

- Sejak jaman Belanda, setidak-tidaknya di masa penjajahan Jepang 1942-1945, beberapa orang warga masyarakat menggarap lahan tanah bebas atau melakukan penguasaan di wilayah hutan di Desa Kebonrejo Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi. Pada waktu itu lokasinya berdekatan dengan lahan yang dipergunakan perusahaan perkebunan milik pemerintah kolonial Belanda.

- Dalam perkembangannya, sampai dengan tahun 1991 warga Desa Kebonrejo, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi mengolah tanah penguasaan tersebut seluas kurang lebih 800 hektar. Lahan tersebut tadinya merupakan tanah negara bebas, tidak masuk kawasan pengelolaan PT. Perhutani, PT. Perkebunan Negara (PTPN) maupun pihak manapun.

- Berdasarkan keterangan pihak PTPN XII Malangsari Banyuwangi, tahun 2000 lahan yang telah dikelola warga tersebut pengelolaannya diserahkan oleh pemerintah kepada PTPN XII, tetapi proses pemberian hak pengelolaan lahan tersebut tidak diketahui oleh warga petani yang lebih dulu menguasai lahan tersebut. PTPN XII mengklaim mempunyai hak mengelola tanah seluas kurang lebih 3.000 hektar.

- Sejak tahun 2001, PTPN XII telah melakukan intimidasi bermacam-macam agar warga menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN XII, sehingga tahun 2003 dibuatlah perjanjian antara PTPN XII dengan warga di hadapan Notaris yang disaksikan Muspika bahwa warga harus menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN XII sampai batas akhir 7 Maret 2007.

- Ketika sampai batas waktu akhir tersebut warga tidak bersedia meninggalkan lahan dengan alasan bahwa perjanjian penyerahan lahan yang mereka lakukan kepada PTPN XII dengan cara terpaksa karena intimidasi oleh PTPN XII yang cenderung menggunakan alat keamanan negara atau polisi untuk menakut-nakuti mereka.

- Tanggal 8 Maret 2007, sekitar jam 11.00 WIB ada patroli siang keamanan PTPN XII yang melakukan intimidasi kepada petani perempuan sehingga perempuan tersebut pingsan dua kali. Selanjutnya sekitar jam 15.00 WIB warga didatangi para polisi yang dikawal pasukan BRIMOB melakukan teror dan mengusir warga petani itu.

- Tanggal 9 Maret 2007, sekitar jam 10.00 WIB keamanan PTPN XII yang dikawal pasukan BRIMOB dan beberapa personel TNI AD melakukan intimidasi bahwa batas waktu bagi para petani untuk pergi dari lahan tersebut sudah habis dan warga disuruh untuk meninggalkan lokasi lahan tersebut.

- Tanggal 10 Maret 2007 sekitar jam 08.00, Kapolsek Kalibaru yang dikawal pasukan BRIMOB datang di lokasi warga dan mengatakan bahwa warga telah melakukan perbuatan melanggar hukum, dan jika warga tidak segera meninggalkan lahan tersebut maka PTPN XII akan menuntut warga secara hukum. Siang harinya keamanan PTPN XII dikawal oleh pasukan BRIMOB melakukan teror serta ancaman-ancaman kepada warga di lahan-lahan yang ditempati warga. Malam harinya, tanggal 10 Maret 2007 Polres Banyuwangi menyerahkan surat panggilan kepada 7 orang warga yang dituduh melakukan tindak pidana pasal 47 ayat (1) jo. pasal 21 UU No. 18/2004 tentang Perkebunan dan pasal 335 KUHP.

- Hingga tanggal 18 Maret 2007 Penyidik Polres banyuwangi telah menetapkan 24 orang warga sebagai tersangka.

- Menurut kesaksian para warga, sejak kejadian pengusiran paksa tahun 2001 hingga Maret 2007 telah dilakukan pembongkaran paksa dan pembakaran terhadap sekitar 7 rumah warga, dilakukan perusakan terhadap tanaman warga, penebangan dan pencurian kayu besar-besaran di hutan, serta dilakukan penganiayaan terhadap sejumlah warga oleh orang-orang yang menjadi suruhan PTPN XII.

- Setelah itu rumah-rumah gubuk warga petani itu disapu bersih, dibakar dan kini lahan mereka dikontrol dan dikuasai sepenuhnya oleh PTPN XII.

- Selanjutnya para petani tersebut mengungsi di DPRD Banyuwangi dan setelah itu juga diusir oleh Kepolisian Resor Banyuwangi bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Banyuwangi pada tanggal 14 Mei 2008.


Demikian siaran ini.

LHKI Surabaya


Tidak ada komentar: