28 Pebruari 2008 :
Pukul 04.30 Rumah Pak Marsamo dibakar. Letak rumah berada di kelompok 1, samping Musholla. Dalam kejadian itu rumah sebelah kirinya sebagian dinding rumahnya juga ikut terbakar. Padahal Musholla di samping rumah tersebut Pukul 04.00 masih digunakan untuk tempat jaga sekitar 8 orang Marules.
29 Pebruari 2008 :
Sururi, Gangsar, Amin, dan Embah bertemu dengan Kyai Hasan Afdillah yang beralamat di pasar Glenmore. Dalam pertemuan tersebut petani Marules meminta dukungan, perlindungan dari kemungkinan – kemungkinan serangan yang dilakukan oleh buruh kebun dan juga izin lebih dulu untuk menemui PCNU Banyuwangi. Hasil dari pertemuan tersebut Kyai mengatakan bahwa PCNU bukanlah lembaga Politik tetapi merupakan ormas Islam yang tidak mengurusi masalah politik tanah.
1 Maret 2008:
Relawan pendamping warga Marules (Yoyok, Amin, dan Mbah) bertemu dengan ketua PCNU Banyuwangi Kyai Maskur Ali untuk meminta dukungan agar PCNU sebagai Ormas terbesar di Banyuwangi untuk mengeluarkan pernyataan secara politik untuk menghentikan segala bentuk intimidasi, kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh PTPN XII Malangsari. Dalam kesempatan tersebut Kyai menghubungi Ketua DPRD Banyuwangi yaitu Wahyudi namun sampai beberapa waktu di hubungi HP-nya tidak diangkat. Kemudian Kyai menghubungi Samsul dari Komisi A DPRD Banyuwangi. Dalam percakapan tersebut Samsul menjelaskan akan berencana ke Marules besok harinya tepatnya tanggal 2 Maret 2008 bersama “ Tim “. Pada pertemuan tersebut Kyai mengatakan bahwa Kyai bersedia membantu asal mendapat Fatwa dari Kyai Hasan Afdillah selaku Dewan Penasihat PCNU Banyuwangi.
Dalam perjalanan naik ke atas di tengah jalan Yoyok, Amin dan Mbah dihubungi salah satu Dewan Pimpinan Marules agar jangan naik dulu. Hal ini dikarenakan bila kami naik pasti akan dihadang oleh 2 anggota polisi dan puluhan keamanan yang sedang membersihkan jalan di kelompok 1, guna mencegah konflik.
2 Maret 2008:
Samsul (dari Komisi A DPRD Banyuwangi) datang ke lokasi atas desakan Marules. Saat bertemu warga Marules di kelompok 1 Samsul mengatakan hanya untuk melihat – lihat pembangunan jalan lintas. Dalam percakapan di kantor Samsul berjanji akan menjadi orang paling depan untuk membantu Marules asalkan Marules benar. Dalam kunjungan itu Samsul datang secara individu ditemani dengan Iskhak yang mengaku dari LSM Gempa, bukan sebagai Tim DPRD Banyuwangi.
3 Maret 2008:
Warga Marules bernama Nanang salah satu dari 3 saksi (selain Muslih dan Agus) yang akan memberikan kesaksiaannya terhadap perkara Pak Supardi pada kasus Marules ditangkap di Depan PN Banyuwangi oleh sekitar 8 orang dari Reserse Polres Banyuwangi beserta surat panggilan dengan alasan Nanang merupakan Daftar Pencarian Orang atas dugaan Penyerobotan Lahan.
Nanang ditangkap saat akan meluncur ke DPRD Banyuwangi beserta Agus. Hal itu dilakukan karena ternyata pada persidangan Pak Supar yang digunakan sebagai saksi hanyalah Muslih.
4 Maret 2008:
7 warga Marules mendatangi Ketua PCNU Banyuwangi untuk meminta dukungan dan bantuan penyelesaian agraria kasus Marules. Kyai menganjurkan untuk bertemu Haji Hasan di Kalibaru. Herman dan Janarko dua anggota Polres Banyuwangi mengantar surat panggilan dan penahanan terhadap Nanang.
5 Maret 2008:
9 warga Marules atas saran Kyai Maskhur Ali meluncur ke Haji Hasan dalam pertemuan itu NU ternyata sudah membentuk Tim antara lain anggotanya Asmadi (LPBHNU) dan Misnadi (LPBHNU) dengan nomor kontak 08124910596 atau 420770.
9 April 2008:
Pak Poniri, salah satu penegal Marules meninggal di LP Banyuwangi. (sebelumnya penegal bernama MISLADI meninggal dunia tanggal 18 Juni 2007 di LP Banyuwangi).
Selama bulan April 2008:
Intimidasi untuk mengusir warga Marules tetap terjadi, namun warga Marules tetap bertahan.
29 April - 1 Mei 2008:
28 warga tani Marules ditangkap polisi Polres Banyuwangi dibantu petugas keamanan PTPN XII di rumah-rumah mereka. Diantaranya seorang ibu dengan anaknya berumur 3 tahun.
1-5 Mei 2008:
Rumah-rumah warga tani Marules dijarah dan dirusak para petugas keamanan PTPN XII, para petani tersebar di beberapa titik, dan jalan masuk serta akses makanan ke warga Marules ditutup.
--- bersambung ---
Catatan komentar:
Itulah penyelesaian kasus sengketa agraria antara warga Marules dengan PTPN XII yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan yang dibiarkan pemerintah daerah kabupaten Banyuwangi, pemerintah provinsi Jawa Timur dan pemerintah Pusat. Katanya jaman reformasi ini mau lebih demokratis, tapi hanya pemilunya saja yang ramai dihiasi puluhan parpol dan menghabiskan anggaran negara. Rakyat kecil tetap saja disiksa.
Lembaga-lembaga atau organisasi keagamaan serta kampus di sekitarnya juga tidak terlalu responsif. Ada banyak rakyat di sini yang telah kehilangan negara, seperti halnya para korban lumpur Lapindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar